BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
adalah salah satu dari negara di Asia yang memiliki kerentanan HIV akibat
dampak perubahan ekonomi dan perubahan kehidupan sosial. Saat ini epidemi AIDS
dunia sudah memasuki dekade ketiga, namun penyebaran infeksi terus berlangsung
yang menyebabkan negara kehilangan sumber daya dikarenakan masalah tersebut.
Materi dasar dalam pelatihan konseling dan tes HIV akan menggambarkan kebijakan
Pemerintah RI dalam penanganan HIV dan membantu peserta memahami arti dari
epidemiologi. Program HIV AIDS dikelola pemerintah dan masyarakat merupakan
kebijakan yang terpadu untuk mencegah penularan HIV dan memperbaiki kualitas
hidup orang dengan HIV. Berdasarkan Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang
kesehatan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan
prinsip non diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Peraturan Presiden
No. 75 Tahun 2006 mengamanatkan perlunya peningkatan upaya penanggulangan HIV
dan AIDS di seluruh Indonesia.
Badan
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2000 lalu melaporkan terdapat 36,1 juta orang
terdeteksi mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno
Deficiency Virus (AIDS). Para pengidap lazim disebut “orang dengan HIV/AIDS
(ODHA)” dengan prevalensi yang sangat bervariasi dan rata-rata mencapai 5
persen. Lebih
dari 7,4 juta orang terinfeksi HIV/AIDS di daerah Asia Pasifik, dan sebagian
besar adalah para pekerja di usianya yang paling produktif. Setiap hari sekitar
14.000 orang di seluruh dunia tertular HIV/AIDS, 6.000 orang diantaranya
berusia antara 15 dan 24 tahun dan akan menjadi generasi tenaga kerja yang akan
datang. Kira-kira
800.000 orang dewasa, 450.000 diantaranya laki-laki, terinfeksi HIV di Asia
Selatan dan Asia Tenggara pada tahun 2003. Dengan 150.000 kasus baru pada tahun
2003, Asia Timur dan Pasifik termasuk dua daerah yang masih bisa menahan
masuknya HIV/AIDS. Pada akhir tahun 2003, diperkirakan akan ada sebanyak 7 juta
ODHA di dua daerah ini.
Penyebaran
HIV/AIDS masih menjadi ancaman serius hingga saat ini. Bukan saja karena derita
fisik yang harus ditanggung orang dengan HIV/AIDS atau ODHA, tetapi juga faktor
psikologis (penerimaan masyarakat) dan faktor sosial (stigma dan diskriminasi
dari masyarakat) yang masih selalu menghantui setiap penderita.
Saat ini, Indonesia telah masuk ketahapan Epidemi terkonsentrasi atau dalam ilmu epidemi, red epidemic level (tingkat epidemi merah), dalam arti kata lebih dari 5 % kelompok orang perilaku resiko tinggi telah terpapar HIV/AIDS.
Saat ini, Indonesia telah masuk ketahapan Epidemi terkonsentrasi atau dalam ilmu epidemi, red epidemic level (tingkat epidemi merah), dalam arti kata lebih dari 5 % kelompok orang perilaku resiko tinggi telah terpapar HIV/AIDS.
Pada
situasi seperti ini bangsa Indonesia telah dinyatakan terancam bahaya, antara
lain :
1. Bahaya
karena akan kehilangan banyak penduduk pada usia produktif.
2. Bahaya
karena penduduk yang selama ini dianggap tidak rentan pun beresiko terpapar,
misalnya ibu rumah tangga, anak-anak.
3. Bahaya
karena akan kehilangan banyak kaum muda pada kirasan usia 14-29 tahun.
4. Bahaya
karena pengeluaran anggaran negara yang sangat besar untuk mensubsidi rakyat
yang jatuh sakit karena HIV/AIDS.
5. Bahaya
karena keluarga-keluarga dalam masyarakat akan mengeluarkan biaya ekstra besar
untuk merawat dan membeli obat bagi anggotanya yang terpapar HIV/AIDS.
6. Bahaya
karena dana negara dan dana masyarakat (social cost) yang jumlahnya tak
terhitung terpaksa harus dibelanjakan untuk membiayai anak-anak yatim korban
HIV/AIDS yang ditinggal orang tua mereka.
Di Indonesia pada tahun 2001
diperkirakan terdapat 80.000 sampai dengan 120.000 orang tertular HIV. Data
Depkes RI sampai dengan September 2005 tercatat 8.250 kasus HIV/AIDS di
Indonesia. Diperkirakan sampai dengan November 2006 terdapat 170 ribu dari total
220 juta jumlah penduduk di Indonesia yang mengidap HIV/AIDS dengan prevalensi
sekitar 0,1 %. Menurut estimasi, terdapat 5500 kasus kematian akibat AIDS di
Indonesia. Epidemi ini terutama menjangkit pada pemakai narkoba dengan
menggunakan jarum suntik (injecting drug users/IDU) dan para mitra seksual
mereka, mereka yang melakukan praktik pelacuran,
dan para pria yang melakukan hubungan seksual sesama jenis.
Pada tahun 2004, dari semua kasus HIV
yang dilaporkan, 43,3 % kasus disebabkan oleh hubungan heteroseksual dan 44,1 %
kasus akibat IDU. Dan sepanjang tahun 2006, di Indonesia terdapat 6.987 kasus
HIV/AIDS, tapi estimasi sementara jumlah tersebut bisa mencapai 193.000 kasus
atau pada kisaran 169.000 hingga 216.000 orang. Ini karena kemungkinan besar banyak
dari penderita yang tidak tahu kalau mereka sudah terjangkit virus HIV.
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia pun menigkat tajam di beberapa wilayah,
khusunya di Jakarta dan Papua.
Jakarta masih mendominasi jumlah kasus
HIV/AIDS di Indonesia sejak Januari hingga September 2006. Data Depkes
menunjukkan bahwa dari 6.987 kasus di 32 provinsi, Jakarta mendominasi dengan
2.394 kasus. Terbanyak di Jakarta Pusat sebanyak 958 kasus.
Sementara itu di Sulawesi Selatan,
menurut data Dinkes Sulawesi Selatan, sampai dengan Desember 2005 tercatat 546
kasus, kasus terbesar ditemukan di kota Makassar, dengan jumlah kasus sebanyak
485 orang. Sedangkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan sampai
September 2006 terlaporkan 274 orang menderita AIDS dan 723 orang terinfeksi
HIV dan tersebar di 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah ini
akan terus meningkat, jika tidak ditanggulangi.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Surveilans HIV AIDS ?
2.
Bagaimana Pedoman Surveilans Sentinal HIV AIDS ?
3.
Apa Kelemahan dan Kelebihan Sistem Surveilans
Epidemiologi HIV AIDS ?
4.
Apa Pengertian HIV AIDS ?
5.
Bagaimana Cara Penularan HIV AIDS ?
6.
Bagaimana Perjalanan Infeksi HIV AIDS ?
7.
Bagaimana Gejala Klinis HIV AIDS ?
8.
Bagaimana Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS
?
9.
Bagaimana Data Penderita HIV AIDS di Sulawesi
Selatan ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui Pengertian Surveilans HIV AIDS.
2.
Mengetahui Pedoman Surveilans Sentinal HIV AIDS.
3.
Mengetahui Kelemahan dan Kelebihan Sistem Surveilans
Epidemiologi HIV AIDS.
4.
Mengetahu Pengertian HIV AIDS.
5.
Mengetahui Cara Penularan HIV AIDS.
6.
Mengetahui Perjalanan Infeksi HIV AIDS.
7.
Mengetahui Gejala Klinis HIV AIDS.
8.
Mengetahui Pencegahan dan Penanggulangan HIV
AIDS.
9.
Mengetahui Data Penderita HIV AIDS di Sulawesi
Selatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Definisi kasus AIDS guna keprluan
surveilans adalah seseorang yang HIV
positif dan didapatkan minimal 2 tanda mayaor seperti diare kronis selama 1 bulan, berat badan menurun lebih dari
10% dalam 1 bulan, demam berkepanjangan, dll disertai dengan 1 tanda minor
yaitu seperti salah satunya batuk menetap
selama kuarang lebih 1 bulan dan dermatitis generalisata yang disertai
sensasi gatal.
1.
Tujuan Surveilans HIV/AIDS
Tujuan Umum : Tujuan surveilans
HIV/AIDS adalah untuk memperoleh gambaran epidemiologi tentang infeksi HIV/AIDS
di Indonesia untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program.
Tujuan Khusus :
a.
Mengetahui prevalensi infeksi
HIV/AIDS pada kelompok sub populasi tertentu yaitu pada kelompok berperilaku
risiko tinggi dan perilaku risiko rendah pada lokasi tertentu.
b.
Memantau kecenderungan infeksi
HIV/AIDS berdasarkan waktu, tempat dan orang.
c.
Penyebaran Infeksi HIV/AIDS pada
kelompok–kelompok sub populasi tertentu berdasarkan waktu perlu dipantau dengan
seksama.
d.
Memantau dampak program.
e.
Menyediakan data untuk proyeksi
kasus HIV / AIDS di Indonesia.
f.
Menggunakan data prevalensi untuk
keperluan advokasi.
g.
Menyediakan informasi untuk
perencanaan pelayanan kesehatan.
2.
Manfaat Surveilans HIV/AIDS
a.
Melakukan pengamatan dini yaitu
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) HIV/AIDS di Puskesmas dan unit pelayanan
kesehatan lainnya dalam rangka mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) HIV/AIDS.
b.
Dapat menjelaskan pola penyakit
HIV/AIDS yang sedang berlangsung yang dapat dikaitkan dengan tindakan –
tindakan/intervensi kesehatan masyarakat. Contoh kegiatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1)
Deteksi perubahan akut dari penyakit
HIV/AIDS yang terjadi dan distribusinya.
2)
Identifikasi dan perhitungan trend
dan pola penyakit HIV/AIDS.
3)
Identifikasi dan faktor risiko dan
penyebab lainnya, seperi vektor yang dapat menyebabkan sakit dikemudian hari.
4)
Deteksi perubahan pelayanan
kesehatan.
c.
Dapat mempelajari riwayat alamiah
dan epidemiologi penyakit HIV/AIDS, khususnya untuk mendeteksi adanya
KLB/wabah. Pemahaman melalui riwayat penyakit, dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1)
Membantu menyusun hipotesis untuk
dasar pengambilan keputusan dalam intervensi kesehatan masyarakat.
2)
Membantu untuk mengidentifikasi
penyakit untuk keperluan penelitian epidemiologi.
3)
Mengevaluasi program-program
pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS yang sedang dilaksanakan.
d.
Memberikan informasi dan data dasar
untuk memproyeksikan kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa mendatang.
Data dasar penyakit HIV/AIDS sangat
penting untuk menyusun perencanaan dan untuk mengevaluasi hasil akhir
intervensi yang diberikan. Dengan semakin kompleksnya pengambilan keputusan
dalam bidang kesehatan masyarakat, maka diperlukan data yang cukup handal untuk
mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang sistematis dan dapat dibuktikan
dengan data (angka).
e.
Dapat membantu pelaksanaan dan daya
guna program pengendalian khusus dengan membandingkan besarnya masalah kejadian
penyakit HIV/AIDS sebelum dan sesudah pelaksanaan program.
f.
Mengidentifikasi kelompok risiko
tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal dimana penyakit HIV/AIDS sering
terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu (musiman, dari tahun ke
tahun), dan cara serta dinamika penularan penyakit menular.
g.
Menghasilkan informasi yang cepat
dan akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar penanggulangan
HIV/AIDS yang cepat dan tepat, yaitu melakukan perencanaan yang sesuai dengan
permasalahannya.
3.
Konsep Surveilans HIV dan AIDS
a. Prosedur
pemeriksaan darah untuk penderita AIDS adalah yang pertama harus mengisi informed
consent yang artinya ketersediaan subjek untuk diambil darahnya kemudian
diberikan konseling sebelum serta sesudah test terhadap subjek dan yang
terpenting harus rahasia agar subjek yag diambil darahnya merasa nyaman dan
tidak timbul rasa khawatir misalnya tidak di beri nama bisa langsung nama kota
atau nama samara saja.
b. Cara
pencatatan kasus surveilans AIDS yaitu yang pertama malakukan pemeriksaan fisik
terhadap penderita yang mencurigakan terkena AIDS seperti terdapat 2 tanda
mayor serta 1 tanda minor, kedua yaitu pemeriksaan laboratorium untuk
menguatkan dugaan terhadap penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan
menghasilkan data apakah penderita positif AIDS atau tidak. Apabila penderita
positif menderita AIDS maka wajib mengisi formuir penderita AIDS agar semua
kasus dapat dilaporkan baik yang sudah meninggal atau yang masih hidup, untuk
yang sudah meninggal meskipun sebelumnya sudah lapor pada saat meninggal juga
wajib lapor, karena penguburan mayat positif AIDS berbeda dengan yang biasa.
c. Pelaporan
kasus surveilans AIDS yaitu dengan menggunakan formulir dari laporan penderita
positif AIDS yang kemudian laporan kasus ini dikirim secepatnya tanpa menunggu
suatu periode waktu dan harus dilaporkan pada saat menemukan penderita positif
AIDS bisa melalui fax atau email untuk sementara tetapi kemudian
disusul dengan data secara tertulis.
B.
Pedoman Surveilans Sentinal HIV
Pengertiannya adalah melakukan kegiatan
untuk menganalisis secara terus menerus untuk menurunkan risiko terjadinya
peningkatan serta penularan HIV dengan menggunakan populasi sentinel atau
kelompok tertentu pada lokasi tertentu untuk memantau prevalensi penyakit
tertentu seperti HIV misalanya pada tempat lokalisasa atau pada kelompok
berisiko tertentu yaitu seperti PSK, pengguna NAPZA dan waria agar dapat
melakukan pencegahan dan penanggulangn HIV serta memberikan informasi terhadap
pelayanan kesehatan.
1.
Pengumpulan
Data
Data kasus
HIV dapat diperoleh melalui laporan hasil pemeriksaan HIV oleh Laboratorium
yang meliputi kode spesimen yaitu : Kabupaten/ Kota, sub-populasi sasaran,
golongan umur, jenis kelamin, bulan dan tahun pemeriksaan. Laporan Balai
Laboratorium Kesehatan ini akan dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota, dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen PPM & PL-Dit
P2ML minat Subdit AIDS& PMS di Jakarta. Laporan hasil pemeriksaan HIV dan
sifilis dikirim dengan memakai formulir HIV-2.
Kemudian
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mengirimkan laporan tersebut dari kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan ke Ditjen PPM & PL minat
Subdit AIDS & IMS langsung setelah menerima hasil laboratorium. Dinas
Kesehatan Provinsi akan memakai Laporan Surveilans Sentinel HIV tersebut
sebagai data dasar untuk dimasukkan kedalam program komputer SSHIV yang menjadi
pusat pengolahan data surveilans sentinel HIV di provinsi.
Data yang
dikumpulkan tersebut pada umumnya bukan merupakan populasi sasaran surveilans sentinel
HIV misalnya: Data darah donor dari UTD/ UTDP dan Data dari Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yang berangkat ke luar negeri.
2.
Kompilasi
Data
Semua data
yang dikumpulkan dari lapangan (dari masing-masing sub- populasi sentinel)
diolah dengan menggunakan SSHIV oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan
Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi akan melakukan kompilasi hasil
pengumpulan data dari lapangan dan dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
di tingkat Provinsi. Hasil olahan ini akan dikirimkan ke Ditjen PPM& PL -
Dit P2ML, cq Subdit AIDS& IMS untuk dilakukan analisis di tingkat nasional.
3.
Analisis
Data
Di
kabupaten/ kota dan provinsi pengelola program PMS dan HIV/AIDS melakukan
analisis sederhana supaya bisa menunjukkan tren/ kecenderungan prevalens HIV
pada setiap sub- populasi sentinel menurut waktu dan tempat dengan menggunakan
grafik-grafik sederhana. Di tingkat pusat, data yang terkumpul dari semua
daerah akan disimpan di Subdit AIDS & PMS Ditjen PPM & PL DepKes RI.
Data tersebut akan dianalisis untuk melihat tren/ kecenderungan prevalens
infeksi HIV berdasarkan orang, waktu dan tempat dalam bentuk grafik dan
ditambahkan penjelasan.
4.
Interprestasi
Data
Data
surveilans sentinel HIV harus diinterpretasikan untuk menilai seberapa cepat
peningkatan atau penurunan prevalens HIV pada berbagai sub-populasi sasaran di
daerah masing-masing (populasi sentinel).
5.
Umpan
Balik Data
Direktorat
P2ML cq. Subdit AIDS& PMS akan memantau pelaporan pelaksanaan kegiatan
surveilans HIV di seluruh wilayah yang melaksanakan kegiatan surveilans
sentinel HIV. Selanjutnya mereka akan membuat laporan singkat hasil surveilans
sentinel. Laporan singkat tersebut akan dikirimkan kepada semua pihak yang
terkait baik di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi/kabupaten/kota yang
terkait. Dinas Kesehatan Provinsi juga perlu membuat laporan singkat yang
berasal dari kabupaten/ kota setempat, dan mengirimkannya kepada semua pihak
yang terkait di provinsi tersebut. Laporan umpan balik tersebut memuat
interpretasi analisis data sentinel surveilans HIV:
a.
Ringkasan hasil prevalens HIV
menurut populasi sentinel dan waktu: tren/kecenderungan peningkatan atau
penurunan prevalens infeksi-HIV pada masing-masing populasi sentinel yang
dipilih pada masing-masing wilayah.
b.
Bila tersedia, hasil surveilans
perilaku dilaporkan bersamaan hasil sero surveilans sentinel HIV.
6.
Monitoring
Monitoring
merupakan pengawasan rutin terhadap informasi penting dari kegiatan surveilans
sentinel yang sedang dilaksanakan dan hasil-hasil program yang harus dicapai.
Pada pelaksanaan surveilans sentinel, monitoring dilakukan pada prosesnya
melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, BLK dan Subdit
AIDS& PMS sesuai dengan protap.
7.
Evaluasi
Evaluasi
kegiatan surveilans sentinel dilakukan pada tahap input, proses pelaksanaan dan
output.
a.
Pada evaluasi input pemegang program
HIV dari semua tingkat admisnistratif perlu mengevaluasi berbagai kebutuhan.
Petugas tersebut perlu melaksanakan kerangka sampel yang benar dan pelaksanaan
pemetaan lokasi sentinel. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jumlah
petugas kesehatan yang bermutu, materi dan peralatan serta biaya yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan lapangan. Selain itu perlu diantisipasi
masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan di lapangan.
b.
Evaluasi proses pelaksanaan perlu
dilakukan untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan kegiatan. Pada tahap ini
evaluasi dilakukan terhadap “siapa melakukan apa dan bagaimana caranya”.
Evaluasi ini dilakukan untuk semua petugas yang dilibatkan, seperti misalnya
petugas pencatatan dan pelaporan, petugas laboratorium. Misalnya apakah petugas
pengambil spesimen darah telah menggunakan prosedur yang benar dan telah
melakukan pengkodean pada setiap venoject berisi spesimen darah.
c.
Evaluasi output mencerminkan
evaluasi terhadap kegunaan data, kualitas data dan cakupan surveilans sentinel.
Evaluasi terhadap kegunaan hasil surveilans dilakukan oleh setiap tingkat
administrasi. Evaluasi ini dilakukan dengan mengintrepretasikan
tren/kecenderungan prevelans HIV pada sub-populasi yang diamati. Sedangkan
evaluasi terhadap kualitas surveilans sentinel ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa valid data yang dihasilkan kegiatan sentinel tersebut. Evaluasi tahap
ini lebih dititip beratkan pada proses pelaksanaan kegiatan. Evaluasi terhadap
cakupan surveilans ini meliputi hal-hal yang menghambat pelaksanaan sentinel
seperti jarak antara petugas kesehatan dan sentinel site, jadwal pelaksanaan,
biaya pelaksanaan dan sosial budaya setempat.
C.
Kelemahan dan Kelebihan Sistem Surveilans Epidemiologi HIV/AIDS
1.
Kelemahan Sistem Surveilans Epidemiologi HIV/AIDS :
a.
Tenaga profesional serta sarana dan
prasarana yang belum memadai untuk pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi
HIV/AIDS.
b.
Kesalahan pada Sumber Daya Manusia
yang ada seperti kader/petugas surveilans belum memasukkan data tepat waktu,
ketepatan pelaporan masih kurang, data sudah diolah tapi tidak dianalisis,
petugas Puskesmas mengalami hambatan menyebarkan informasi dalam pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS.
c.
Penyajian hanya dibuat dalam bentuk
table dan grafik.
d.
Penyebaran informasi hanya dalam
bentuk laporan tahunan dan penyuluhan, belum pernah dibuat buletin
epidemiologi.
e.
Pelaksanaan atribut sistem belum
sederhana.
f.
Fleksibilitas, sensitivitas, Nilai
Prediktif Positif dan kerepresentatifan belum diukur.
g.
Kurangnya dukungan dari pemerintah
dan masyarakat dalam program pencegahan penyakit yang belum ada obatnya seperti
HIV/AIDS.
h.
Jumlah kasus yang dilaporkan semu
(fenomena gunung es), lebih banyak yang ditutupi atau tertutupi karena stigma
yang timbul di masyarakat terhadap penderita AIDS menyebabkan penderita atau
mereka yang mungkin berisiko terkena HIV lebih baik tidak memeriksakan dirinya
sehingga kasus HIV/AIDS tidak mudah dideteksi oleh sistem HIV/AIDS.
2. Kelebihan Sistem Surveilans
Penyakit HIV/AIDS di Indonesia
Menurut Depkes RI (2006), kelebihan
sistem survailens penyakit HIV/AIDS di Indonesia meliputi:
a. Sistem
surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah memantau seroprevalens HIV pada
suatu sub populasi tertentu.
b. Sistem
surveilans HIV/AIDS sudah memantau tren/kecenderungan infeksi HIV berdasarkan
waktu dan tempat.
c. Sitem
surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah memantau dampak program, menyediakan
data untuk estimasi dan proyeksi kasus HIV/AIDS di Indonesia, menggunakan data
prevalens untuk advokasi, nenyelaraskan program pencegahan dengan perencanaan
pelayanan kesehatan, dan menyediakan informasi untuk program TB-HIV.
d. Sistem
surveilans HIV/AIDS di Indonesia telah mendapat dukungan dari pemerintah baik
dalam kebijakan maupun komitmen politik, Bentuk Penerimaan Sosial, Bentuk
Dukungan Sistem.
e. Para petugas
surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah mendapatkan pelatihan dalam melakukan
kegiatan survailens tersebut baik petugas provinsi, kabupaten/kota,
laboratorium,dan supervisi.
f. Syarat
populasi survailens sudah ditentukan meliputi : dapat diidentifikasi, dapat
dijangkau untuk survei, terjaminnya kesinambungan survei pada populasi l
tersebut, jumlah anggota populasi tersebut cukup memadai, dan pada tempat yang
secara rutin darah diambil untuk tujuan lain.
g. Standarisasi
waktu pengumpulan data sudah ditetapkan tergantung dari kebutuhan.
h. Manajemen
data dilakukan pada setiap tingkat administratif kesehatan untuk advokasi dan
perencanaan program selanjutnya diman Prosesnya menggunakan software SSHIV
(Surveilans Sentinel HIV) yang telah disiapkan untuk mempermudah tugas
pencatatan dan pelaporan, maupun analisis, interpretasi, dan data tersebut
digunakan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
i.
Indikator dalam kegiatan survailens
HIV/AIDS sudah ditentukan yaitu berupa indikator proses dan indikator
output.
j.
Hasil survailens HIV/AIDS akan
dievaluasi ulang oleh pihak terkait apabila sudah memenuhi standar maka akan
disebarluaskan ke publik.
D. Pengertian
HIV/AIDS
AIDS
atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang
menyerang tubuh manusia sesudah sistem
kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh,
penderita AIDS mudah terkena bebrbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit,
dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering
kali menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma yang hanya
menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family
lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang.
Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang
panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala
AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal
tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit
untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan
limfosit.
Secara
structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang
dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran
terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen funsional dan
structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti
group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah
kepanjangan darienvelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006).
Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode
enzim reverse transcriptase, protease, integrase. Gen env mengode
komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan
juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
E.
Cara
penularan HIV/AIDS
Virus
HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1.
Hubungan seksual dengan
pengidap HIV/AIDS
Hubungan
seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan
bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan
vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau
mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding
vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran
darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2.
Ibu pada bayinya
Penularan
HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika,
prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru
terinfeksi HIV
dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%
(PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui
transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi
dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).
3.
Darah dan produk darah
yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan
HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh
tubuh.
4.
Pemakaian alat
kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan
kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-alat lain yang darah,cairan
vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di gunakan untuk orang
lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).
5.
Alat-alat untuk menoleh
kuli
Alat tajam dan runcing
seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang, membuat tato,memotong rambut,dan
sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa
disterilkan terlebih dahulu.
6.
Menggunakan jarum
suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di
gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh parah pengguna
narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain
jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat
penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi untuk
menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan
makan,pakaian,handuk,sapu tangan,toilet yang di pakai secara bersama-sama,berpelukan
di pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan
nyamuk,dan hubungan social yang lain.
F.
Perjalanan
Infeksi HIV/AIDS
Pada
saat seseorang tekena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk
sampai ke tahap yang disebut sebagai AIDS. Setelah virus masuk ke dalam tubuh
manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi
dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh
manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap
AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV.
Pada tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang bersangkutan tidak mempunyai
kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti
biasa. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini yang bersangkutan sudah
aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau
menjadi donor darah.
Sejak
masuk virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah
putih yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Setelah 5-10 tahun maka
kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi
berbagai infeksi seperti infeksi jamur, virus-virus lain, kanker, dan sebagainya.
Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi
tersebut.
G.
Gejala Klinis
Gejala-gejala
klinis penderita HIV/AIDS yaitu :
1.
Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan.
2.
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
3.
Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan.
4.
Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis.
Selain
itu, ada juga gejala-gejala minor yang terjadi pada penderita, antara lain :
1.
Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
2.
Dermatitis generalisata yang gatal.
3.
Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang.
4.
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
H.
PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN
Pada
prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus
AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka
penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual.
Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan
penggunaan jarum suntik yang tercemar, dan pengidap virus tidak boleh menjadi
donor darah.
Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja. C adalah condom, artinya jika memang cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom.
Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja. C adalah condom, artinya jika memang cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom.
Upaya
penanggulangan AIDS di Indonesia masih banyak ditujukan kepada
kelompok-kelompok seperti pekerja seks dan waria, meskipun juga sudah
digalakkan upaya yang ditujukan pada masyarakat umum, seperti kaum ibu,
mahasiswa dan remaja sekolah lanjutan. Yang masih belum digarap secara memadai
adalah kelompok pekerja di perusahaan yang merupakan kelompok usia produktif.
Strategi
nasional penanggulangan HIV/AIDS (Stranas) pertama dirumuskan dan digunakan
sejak tahun 1994. Berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi akhir-akhir
ini telah mendorong semua pihak untuk menyusun strategi nasional yang sesuai
dengan kondisi saat ini.
Dalam
Stranas 2003 – 2007, terdapat tujuh area penanggulangan AIDS yang berhasil di
identifikasikan, yaitu:
1.
Pencegahan HIV/AIDS
2.
Perawatan Pengobatan
dan Dukungan terhadap ODHA
3.
Surveilans HIV/AIDS dan
Infeksi Menular Seksual
4.
Penelitian
5.
Lingkungan yang
kondusif
6.
Koordinasi Multi Pihak
7.
Kesinambungan
Penanggulangan
Dalam Stranas 2003–2007 terdapat
dasar-dasar penanggulangan HIV/AIDS sebagai panduan pokok bagi semua pihak yang
melaksanakan kegiatan penanggulangan HIV/AIDS. Dasar-dasar tersebut meliputi:
1.
Perhatian terhadap
nilai-nilai agama dan budaya/norma masyarakat Indonesia dan upaya
mempertahankan serta memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
2.
Memperhatikan kelompok
masyarakat rentan termasuk kelompok marginal.
3.
Menghormati HAM dan
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
4.
Mengutamakan pencegahan
melalui KIE dengan penggunaan cara yang efektif.
5.
Diselenggarakan secara
multipihak berdasarkan prinsip kemitraan dengan peranan pemerintah sebagai
pengarah dan pembimbing.
6.
Masalah HIV/AIDS
merupakan masalah sosial kemasyarakatan.
7.
Upaya penanggulangan
harus berdasarkan data dan fakta ilmiah.
8.
Peran dan tanggungjawab
berbagai pihak terkait dikemukakan dengan jelas yang antara lain mencerminkan
peran yang besar dari penyelenggara daerah termasuk DPR dan DPRD, lembaga non
pemerintah termasuk LSM dan pihak swasta/dunia usaha, lembaga internasional dan
orang yang hidup dengan HIV itu sendiri (ODHA).
Stranas 2003 – 2007 juga menjelaskan
bagaimana pelaksanaan strategi nasional, melakukan monitoring dan evaluasi
serta pendanaan. Selain
itu, penderita HIV/AIDS dapat diobati dengan cara melakukan terapi komplementer
dan juga menggunakan antiretroviral (ARV) dan obat antiinfeksi. Terapi
komplementer adalah penyembuhan di luar ilmu kedokteran dan keperawatan modern,
yang didapat secara turun-temurun, pelatihan, dan pendidikan. Pengobatan
alternatif tersebut juga disesuaikan dengan budaya masyarakat setempat.
Penderita penyakit HIV/AIDS sebaiknya
tetap menggunakan antiretroviral (ARV) dan obat antiinfeksi meski tengah
melakukan terapi komplementer. Penyandang virus HIV diharapkan terus
meningkatkan CD4-nya (sel daya tahan tubuh) melalui terapi komplementer.
Pengobatan alternatif komplementer itu antara lain akupresur (akupuntur tanpa
tusuk jarum), me
kalau boleh saya ingin menanyakan daftar pustakanya, mbak. Terimakasih.
BalasHapusThere are some natural remedies that can be used in the prevention and eliminate diabetes totally. However, the single most important aspect of a diabetes control plan is adopting a wholesome life style Inner Peace, Nutritious and Healthy Diet, and Regular Physical Exercise. A state of inner peace and self-contentment is essential to enjoying a good physical health and over all well-being. The inner peace and self contentment is a just a state of mind.People with diabetes diseases often use complementary and alternative medicine. I diagnosed diabetes in 2000. Was at work feeling unusually tired and sleepy. I borrowed a glucometer from a co-worker and tested at 760. Went immediately to my doctor and he gave me prescription like: Insulin ,Sulfonamides, but I could not get the cure rather to reduce the pain and brink back the pain again. I found a woman testimony name Comfort online how Dr Akhigbe cure her HIV and I also contacted the doctor and after I took his medication as instructed, I am now completely free from diabetes by doctor Akhigbe herbal medicine.So diabetes patients reading this testimony to contact his email drrealakhigbe@gmail.com or his Number +2348142454860 He also use his herbal herbs to diseases like:SPIDER BITE, SCHIZOPHRENIA, LUPUS,EXTERNAL INFECTION, COMMON COLD, JOINT PAIN, BODY PAIN, EPILEPSY,STROKE,TUBERCULOSIS ,STOMACH DISEASE. ECZEMA, PROGERIA, EATING DISORDER, LOWER RESPIRATORY INFECTION, DIABETICS,HERPES,HIV/AIDS, ;ALS, CANCER , MENINGITIS,HEPATITIS A AND B, THYROID, ASTHMA, HEART DISEASE, CHRONIC DISEASE. AUTISM, NAUSEA VOMITING OR DIARRHEA,KIDNEY DISEASE, WEAK ERECTION. EYE TWITCHING PAINFUL OR IRREGULAR MENSTRUATION.Dr Akhigbe is a good man and he heal any body that come to him. here is email drrealakhigbe@gmail.com and his Number +2349010754824
BalasHapusThere is a safe & effective Natural Herbal Medicine. For Total Cure Call +2349010754824, or email him drrealakhigbe@gmail.com For an Appointment with (Dr.) AKHIGBE contact him. Treatment with Natural Herbal Cure. For: Painful or Irregular Menstruation. HIV/Aids. Diabetics. Vaginal Infections. Vaginal Discharge. Itching Of the Private Part. Breast Infection. Discharge from Breast. Breast Pain & Itching. Lower Abdominal Pain. No Periods or Periods Suddenly Stop. Women Sexual Problems. High Blood Pressure Chronic Disease. Pain during Sex inside the Pelvis. Pain during Urination. Pelvic Inflammatory Disease, (PID). Dripping Of Sperm from the Vagina As Well As for Low sperm count. Parkinson disease. Lupus. Cancer. Tuberculosis. Zero sperm count. Asthma. Quick Ejaculation. Gallstone, Premature Ejaculation. Herpes. Joint Pain. Stroke. Weak Erection. Erysipelas, Thyroid, Discharge from Penis. HPV. Hepatitis A and B. STD. Staphylococcus + Gonorrhea + Syphilis. Heart Disease. Pile-Hemorrhoid.rheumatism, thyroid, Autism, Penis enlargement, Waist & Back Pain. Male Infertility and Female Infertility. Etc. Take Action Now. contact him & Order for your Natural Herbal Medicine: +2349010754824 and email him drrealakhigbe@gmail.com Note For an Appointment with (Dr.) AKHIGBE.I suffered in Cancer for a year and three months dieing in pain and full of heart break. One day I was searching through the internet and I came across a testimony herpes cure by doctor Akhigbe. So I contact him to try my luck, we talk and he send me the medicine through courier service and with instructions on how to be drinking it.To my greatest surprise drinking the herbal medicine within three weeks I got the changes and I was cure totally. I don't really know how it happen but there is power in Dr Akhigbe herbal medicine. He is a good herbalist doctor.
BalasHapusTodo gracias a este gran herbolario que me curó de (ENFERMEDAD DEL LUPUS). Su nombre es Dr. Imoloa. Sufrí la enfermedad de lupus durante más de 8 años con dolores como: articulaciones, sarpullido en la piel, dolor en el pecho, articulaciones inflamadas y muchos más. Los medicamentos antiinflamatorios no pudieron curarme hasta que leí sobre su recomendación. Hace 2 meses, me comuniqué con él a través de su dirección de correo electrónico y me envió el tratamiento a base de hierbas a través del servicio de mensajería DHL y me instruyó sobre cómo beberlo durante dos semanas. después de eso, y me confirmaron curada y libre en el hospital después de tomar sus poderosos medicamentos a base de hierbas. Usted también puede curarse con él si está interesado, él también usa su poderosa medicina curativa a base de hierbas para curar enfermedades como: enfermedad de parkison, cáncer vaginal, epilepsia, Trastornos de ansiedad, enfermedad autoinmune, dolor de espalda, esguince de espalda, trastorno bipolar, tumor cerebral maligno, bruxismo, bulimia, enfermedad del disco cervical, enfermedad cardiovascular, neoplasias, enfermedad respiratoria crónica, trastorno mental y del comportamiento, fibrosis quística, hipertensión, diabetes, asma , Artritis inflamatoria autoinmune. enfermedad renal crónica, enfermedad inflamatoria de las articulaciones, dolor de espalda, impotencia, espectro de alcohol feta, trastorno distímico, eczema, cáncer de piel, tuberculosis, síndrome de fatiga crónica, estreñimiento, enfermedad inflamatoria intestinal, cáncer de huesos, cáncer de pulmón, úlcera bucal, cáncer de boca, cuerpo dolor, fiebre, hepatitis A.B.C., sífilis, diarrea, VIH/SIDA, enfermedad de Huntington, acné de espalda, insuficiencia renal crónica, melanoma maligno, manía, melorreostosis, enfermedad de Meniere, mucopolisacaridosis, esclerosis múltiple, distrofia muscular, artritis reumatoide, Al Enfermedad de Zheimer, trae hechizo de relación de regreso. Contáctelo hoy y obtenga una cura permanente. contáctelo a través de... correo electrónico: drimolaherbalmademedicine@gmail.com
BalasHapus