Minggu, 22 November 2015

Laporan Praktek Surveilans Epidemiologi




LAPORAN
PRAKTEK SURVEILANS EPIDEMIOLOGI




Disusun OLEH :
     OSCARIANI PASERANG  (1110002)
       TIA NOVIANI T.   (1110011)
          NURDIANTY    (1110083)
                                                  SUMIATI  (1110085)                                                       
RIAN SAHUBURUA    (1110068)
SARAH FEBRIANA      (1110118)




PUSKESMAS LAU
KABUPATEN MAROS





SEKOLAH   TINGGI   ILMU   KESEHATAN
YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA
MAKASSAR

2015




BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan secara nasional, hampir diseluruh daerah Indonesia memiliki angka morbiditas dan mortalitas penyakit DBD. DBD adalah jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Agypti yang ditandai dengan penurunan trombosit darah, dan penurunan kondisi biologis lainnya.
Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012).
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi nomor dua di dunia setelah Thailand (Depkes, 2010).
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua, dan tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (Case Fatality Rate sebesar 0,80%). Berdasarkan Laporan Kementerian Kesehatan RI (2012), di ketahui angka kematian akibat DBD di beberapa wilayah masih cukup tinggi yaitu di atas 1% antara lain Provinsi Gorontalo, Riau, Sulawesi Utara Bengkulu, Lampung, NTT, Jambi, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Sulawesi Tengah.
Kasus DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2011 kategori tinggi pada Kabupaten Bulukumba, Gowa, Maros, Bone dan Luwu (130-361 kasus). Sedangkan terendah pada Kabupaten/Kota yaitu Selayar, Sinjai, dan Tana Toraja (0-9 kasus) dan Kabupatenyang tidak terdapat kasus DBD yaitu Kabupaten Bantaeng.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Lau, Kabupaten Maros terdapat penderita demam berdarah sebanyak 30 orang dengan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang dan perempuan sebanyak 13 orang. 

B.  TUJUAN SURVEILANS
Tujuan Umum Surveilans:
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Tujuan Khusus Surveilans:
1.      Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
2.      Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak
3.      Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada populasi
4.      Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan
5.      Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
6.      Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).


BAB II
TINJUAN PUSTAKA


I.     TINJUAN UMUM TENTANG SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
A.  DEFENISI SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Istilah surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu “surveillance”, yang berarti “mengamati tentang sesuatu”. Meskipun konsep surveilans telah berkembang cukup lama, tetapi seringkali timbul kerancuan dengan kata “surveillance” dalam bahasa Inggris, yang berarti “mengawasi perorangan yang sedang dicurigai”. Menurut center of disease control (CDC) surveilans adalah pengumpulan, analaisis, dan interprestasi data kesehatan secara sistematis dan terus-menerus, implemntasi dan evaluasi upaya kesehatan masayrakat.  Selain itu kegiatan ini dipadukan dengan disemansi data secara tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya. ( dedialamsyah. 2013).

B.  Definisi Surveilans
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis yang dilakukan secara sistematis dan terus-menerus terhadap masalah kesehatan agar dapat dilakukan upaya penanggulangan yang efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, interpretasi data dan penyebarluasan informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

C.  Ciri-ciri Surveilans
Ciri-ciri surveilans secara garis besar ada 5 yaitu sebagai berikut :
1.    Adanya keteraturan, dalam pengumpulan dan interprestasi data
2.    Adanya upaya terus menerus
3.    Kesederhanaan, artinya mudah didapat dan dikerjakan
4.    Harus ada kemudahan untuk dimengerti
5.     Ada indikator yang dapat mengukur keberhasilan kegiatan surveilans

D.  Tujuan Surveilans Epidemiologi
Tujuan surveilans epidemiologi adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan peningkatan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD).

II.  TINJUAN UMUM TENTANG DBD
A.   Pengertian Demam Berdarah Dengue 
Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 27 hari, manifestasi perdarahan (peteke, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (Rumple Leede) positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/l, hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit ≥ 20%) disertai atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebaranya semakin luas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular terutama menyerang anak-anak, (masriadi, 2014)

B.  Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue
Beberapa faktor penularan DBD sebagai berikut:
1.    pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat,
2.    mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkinkan terjadinya KLB,
3.    kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat,
4.    pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar,
5.    pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan. 

C.   Klasifikasi kasus dan berat penyakit
Sekarang ini disepakati bahwa dengue adalah suatu penyakit yang memiliki presentasi klinis bervariasi dengan perjalanan penyakit dan luaran (outcome) yang tidak dapat diramalkan..
Diterbitkannya panduan World Health Organization (WHO) terbaru di tahun 2009 lalu, merupakan penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu panduan WHO 1997.
Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah:
a.    Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
b.    Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
c.    Dengue berat (severe Dengue)

D.  Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
a.    Dengue probable :
1.    Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
2.    Demam disertai 2 dari hal berikut :
a)    Mual, muntah
b)   Ruam
c)    Sakit dan nyeri
d)   Uji torniket positif
e)    Lekopenia
f)    Adanya tanda bahaya
3.    Tanda bahaya adalah :
a)    Nyeri perut atau kelembutannya
b)   Muntah berkepanjangan
c)    Terdapat akumulasi cairan
d)    Perdarahan mukosa
e)     Letargi, lemah
f)    Pembesaran hati > 2 cm
g)   Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
h)   Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas)
b.    Kriteria dengue berat :
1.    Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan.
2.    Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
3.    Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)
Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya mencapai 82 %.

E.  Gambaran Klinis DBD
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh. Tiga tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai demam, beracun dan pemulihan.
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu :
a.    Derajat I : Dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif)
b.    Derajat II : Yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain
c.    Derajat III : Ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak gelisah
d.   Derajat IV : Ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

F.   Diagnosis DBD
Diagnosis klinis :
Ditandai demam akut, trombositopenia, perdarahan ringan-berat, kebocoran plasma hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia.
Diagnosis Laboratorium :
a.    Pemeriksaan Hematologi Rutin.
b.     Uji virology
c.    Uji serologi
Terdapat lima uji serologi dasar yang umum digunakan untuk mendiagnosis infeksi Dengue secara rutin yaitu :
1.    Uji hambatan hemaglutinasi (Hemaglutinasi inhibition = HI)
2.    Uji Fiksasi komplemen (Complemen fixation = CF)
3.    Uji Netralisasi (Neutralization test = NT)
4.    IgM Capture enzymelinked immunosorbent assay (MAC ELISA)
5.    Indirect lg G ELISA

G. Pencegahan DBD
Usaha pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan pemerintah, antara lain dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi. Penyemprotan sebaiknya tidak dipergunakan, kecuali keadaan genting selama terjadi KLB atau wabah.
Upaya yang paling tepat untuk mencegah demam berdarah adalah membasmi jentik-jentiknya ini dengan cara sebagai berikut :
1.    Bersihkan ( kuras ) tempat penyimpanan air (seperti bak mandi/WC, drum dll) seminggu sekali.
2.    Tutuplah kembali tempayan rapat-rapat setelah mengambil airnya, agar nyamuk Demam berdarah tidak dapat masuk dan bertelur disitu.
3.    Gantilah air di vas bunga dan pot tanaman air setiap hari
4.    Kubur atau buanglah sampah pada tempatnya, plastik dan barang-barang bekas yang bisa digenangi air hujan
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk Abate ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk.  Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali atau peliharalah ikan ditempat itu. Takaran penggunaan bubuk  Abate adalah sebagai berikut: untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk Abate atau 10 gram untuk 100 liter dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok makan. Satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi 10 gram Abate. Anda tinggal membaginya atau menambahnya sesuai dengan banyaknya air yang akan diabatisasi.Takaran tak perlu tepat betul. (Abate dapat dibeli di apotik-apotik). 
H.  Epidemiologi DBD
Demam berdarah  dengue  (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam  dengue  (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome  (DSS). Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Virus  dengue  dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat. Jumlah kasus DBD  tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak, 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau  case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64%. 
I.    TINJAUAN UMUM TENTANG SURVEILANS DBD
a.    Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas
Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas meliputi kegiatan  pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD; pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan KLB; KD/RS-DBD untuk pelaporan tersangka DBD, penderita DD, DBD, SSD dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan; laporan KLB (W1); laporan mingguan KLB (W2-DBD); laporan bulanan kasus/kematian DBD dan program pemberantasan (K-DBD); data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD (DP-DBD), penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per RW/dusun, penentuan musim penularan dan kecenderungan DBD.
1)    Pengumpulan dan pencatatan data.
1)   Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD yang diterima puskesmas dapat berasal dari rumah sakit atau dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau puskesmas lain (cross notification) dan puskesmas pembantu, unit pelayanan kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain – lain), dan hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit / unit pelayanan kesehatan lainnya).
2)   Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD menggunakan ‘Buku catatan harian penderita DBD’ yang memuat catatan (kolom) sekurang – kurangnya seperti pada form DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka DBD.

2.    Pengolahan dan Penyajian data.
Data dalam ‘Buku catatan harian penderita DBD’ diolah dan disajikan dalam bentuk :
a)    Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut desa/kelurahan
b)   Penyampaian laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD selambat – lambatnya dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan menggunakan formulir KD/RS-DBD.
c)    Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan perbulan.Laporan mingguan (W2-DBD)
1)   Jumlahkan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut desa / kelurahan
2)   Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten / kota dengan formulir W2-DBD
d)    Laporan bulanan
1)   Jumlahkan penderita / kematian DB, DBD, SSD termasuk data beberapa kegiatan pokok pemberantasan / penanggulangannya setiap bulan.
2)   Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten / kota dengan formulir K-DBD.
e)    Penentuan stratifikasi desa/kelurahan DBD
Cara menentukan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan
House Index (HI)  =
Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik
X 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
1)   Buatlah tabel desa/kelurahan dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir.
2)   Tentukan stratifikasi masing – masing desa/kelurahan menurut kriteria stratifikasi desa/kelurahan
3)   Stratifikasi desa tersebut disajikan dalam bentuk peta
f)    Mengetahui distribusi penderita DBD per RW/dusun, dibuat pertahun dengan cara menjumlahkan penderita DBD dan SSD per RW/dusun.
g)   Penentuan musim penularan DBD.
Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun terakhir dan disajikan dalam bentuk tabel dan selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik.
h)   Mengetahui kecenderungan situasi penyakit, untuk mengetahui apakah situasi penyakit DBD di wilayah Puskesmas tetap, naik atau turun.
b.   Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dinas Kesehatan Kabupaten
1.    Pencatatan Data
Sumber data
a)    Laporan KD/RS-DBD dari RS (pemerintah atau swasta) 
b)   Laporan data dasar personal DBD dari puskesmas (DP-DBD)
c)    Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari Puskesmas
d)   Laporan W1 dan W2-DBD
e)    Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan kabupaten/kota ke unit pelayanan kesehatan
f)    Cross Notification dari kabupaten/kota lain.
2.    Pencatatan data
a)    Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD, misalnya menggunakan ‘Buku catatan penderita DBD’ yang memuat catatan (kolom) sekurang – kurangnya seperti pada form DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka DBD.
b)   Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan yang berulang untuk pasien yang sama, misalnya antara tersangka DBD dan penderita DBD selama proses perawatan dan antara penderita DBD yang dilaporkan RS dengan yang dilaporkan oleh puskesmas, sehingga perlu penyesuaian data.
3.    Pengolahan dan Penyajian Data
Dari data yang ada pada buku catatan penderita DD, DBD dan SSD dapat dilakukan penyajian data sebagai berikut :
a)    Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut kecamatan
b)   Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan.
c)    Laporan mingguan (W2-DBD)
d)   Laporan bulanan, jumlahkan dan laporkan penderita / kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa kegiatan pokok pemberantasan / penanggulangannya setiap bulan.
e)    Penentuan stratifikasi kecamatan DBD
f)    Mengetahui distribusi penderita DBD per desa / kelurahan
g)   Penentuan musim penularan
h)   Mengetahui kecenderungan situasi DBD, untuk mengetahui apakah situasi penyakit DBD di wilayah kabupaten / kota tetap, naik atau turun.
i)     Mengetahui jumlah penderita DD, DBD dan SSD per tahun
j)     Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun, kelompok umur dan jenis kelamin 


  BAB III
METODE SURVEILANS

A.  JENIS SURVEILANS
Jenis surveilans yang diterapakan di Puskesmas Lau Kecmatan Lau Kabupaten Maros yaitu surveilans rutin terpadu penyakit yakni penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahn dan atau faktor resiko dan khusus penyakit DBD dan menggunakan surveilans terpadu penyakit yakni suatu bentuk laporan surveilans pengamatan kasus baru penyakit menular dalam satuan waktu bulanan.
B.   METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD yang diterima Puskesmas dapat berasal dari toga/toma, bidan desa, poliklinik Puskesmas, dan kader yang terdapat di setiap lingkungan dimana dalam satu lingkungan terdapat maksimal lima kader yang ditempatkan oleh petugas surveilans, dan silakukan pelaporan ke Dinkes Kab. Maros sebelum tanggal 5 setiap bulannya.

C.  JUMLAH POPULASI DAN SAMPEL
a.   Populasi
Jumalah kasus DBD di Puskesmas Lau kecamatan Lau Kabupaten Maros bulan januari sampai desember tahun 2014 terdapat 30 orang dan 2 diantaranya berada diluar daerah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
     A.    HASIL
1.        KASUS  PENYAKIT DBD BERDASARKAN UMUR
Tabel 4.1: Distribusi Kasus Penyakit DBD Berdasakan Umur di Puskesmas Lau Kecamatan Lau Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2014

Kelompok Umur
Frekuensi
Persentase
< 1
0
0
1-14
24
80,0%
15-53
6
20,0%
>54
0
0
Jumlah
30
100
                  Sumber Data: Puskesmas Lau Tahun 2014
            Tabel 4.1 menunjukkan bahwa  kasus penyakit DBD berdasarkan umur jumlah penderita DBD tertinggi pada kelompok umur 1-14 tahun sebanyak 80% sedangkan pada kelompok umur < 1 dan >54 tahun tidak ada penderita DBD.
2.        KASUS  PENYAKIT DBD BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Tabel 4.2: Distribusi Kasus Penyakit DBD Berdasakan Jenis Kelamin di Puskesmas Lau Kecamatan Lau Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2014

JENIS KELAMIN
FREKUENSI
PERSENTASE
         PEREMPUAN
13
43,3
            LAKI-LAKI
17
56,7
Jumlah
30
100
         Sumber Data: Puskesmas Lau Tahun 2014
                                                           
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa  kasus penyakit DBD berdasarkan Jenis kelamin laki-laki sebanyak 56,7% sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 43,3%.
3.        KASUS PENYAKIT DBD BEDASARKAN LINGKUNGAN
Tabel 4.3: Distribusi Kasus Penyakit DBD Berdasakan Lingkungan di Puskesmas Lau Kecamatan Lau Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2014

NAMA LINGKUNGAN
FREKUENSI
PERSENTASE

Di luar daerah
2
6,6

Allepolea
9
30,0

bonto marranu
2
6,7

maccini baji
11
36,7

Marannu
5
16,7

Soreang
1
3,3

Jumlah
30
100
Sumber Data: Puskesmas Lau Tahun 2014

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa  kasus penyakit DBD berdasarkan lingkungan jumlah kasus tertinggi terdapat pada lingkungan Maccini baji sebanyak 36,7% sedangkan terendah di lingkungan soreang sebanyak  3,3%.
    B.     PEMBAHASAN
1.        Kasus penyakit DBD Bedasarkan Umur
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD di suatu antara lain faktor penderita (host), tersangka vektor, kondisi lingkungan, tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku serta mobilitas penduduk, yang berbeda –beda untuk setiap daerah dan berubah – ubah dari waktu ke waktu (Paramita, dkk. 2010).   
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa  kasus penyakit DBD berdasarkan umur jumlah penderita DBD tertinggi pada kelompok umur 1-14 tahun sebanyak 80% sedangkan pada kelompok umur < 1 dan >54 tahun tidak ada penderita DBD. Bila dibandingkan dengan kelompok umur > 45 tahun, umur <12 tahun berisiko 16,148 kali terkena DBD. Kondisi kerja lebih banyak duduk diam dalam gedung berisiko terkena DBD 4,930 kali dibandingkan di lapangan. Kondisi kerja berkeliling dalam gedung 15,719 kali berisiko terkena DBD daripada di lapangan.
Selain itu kelompok umur 1-14 tahun yang masih termasuk kategori anak-anak lebih rentang terkena DBD karena Daya tahan tubuh anak usia ini memang belum sekuat orang dewasa. Nyamuk Aedes aegypti, terutama betina dewasa, paling hobi menggigit pada pagi dan siang hari. (Nyamuk betina perlu darah untuk bertahan hidup dan berkembang biak.) Padahal, balita masih perlu tidur atau anak sekolah sedang belajar di kelas pada jam-jam tersebut. Nyamuk DBD memang senang bersarang di tempat lembab, gelap, dan bau pada manusia. Sedangkan kelompok umur lain yang lebih tua, misalnya kelompok umur di atas 18 tahun, yang mungkin sudah tidak bersekolah tetapi mungkin sudah bekerja, pendidikannya dapat bervariasi. Ada yang memiliki pendidikan tinggi karena sudah menyelesaikan semua tingkat pendidikan, tapi ada juga yang memiliki pendidikan rendah karena tidak tamat sekolah atau bahkan tidak bersekolah. Sedangkan pekerjaan dan kondisi kerja, meskipun keduanya berkaitan satu sama lain, tetapi tidak memiliki hubungan yang sama dengan kejadian DBD. Pekerjaan sangat bervariasi, sedangkan kondisi kerja memiliki klasifikasi yang lebih sedikit dan lebih jelas. Beberapa pekerjaan yang berbeda mungkin memiliki kondisi kerja yang sama, misalnya ibu rumah tangga, pegawai kantor, penjaga toko dan pelajar.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada responden yang dijadikan sebagai sampel adalah orang tua yang 2 anaknya pernah mengalami DBD, penyakit DBD sudah terulang yang kedua kalinya sebelumnya terjadi 4 tahun yang lalu namun yang ke 2 terjadi pada tahun 2014, dimana setelah anak yang tertuanya sembuh dari DBD 3 hari kemudian saudaranya yang mengalami DBD.
2.      Kasus Penyakit DBD Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu aspek yang dapat diperhitungkan terhadap kejadian suatu penyakit. Terdapat beberapa jenis penyakit yang hanya diderita oleh satu jenis kelamin saja, hal ini disebabkan karena paparan terhadap agent dari setiap jenis kelamin berbeda sehingga jenis kelamin sangat mempengaruhi penyebaran suatu masalah kesehatan. Meskipun demikian secara teoritis maupun kenyataan dilapangan bahwa jenis kelamin tertentu tidak identik dengan terserangnya penyakit tertentu karena hal tersebut erat kaitannya dengan pebedaan derajat kekebalan yang dipengaruhi oleh variasi keterpaparan dengan agent.
Adanya kecenderungan pada satu jenis kelamin terhadap timbulnya satu penyakit biasanya berhubungan dengan terjadinya kontak oleh individu atau terdapatnya faktor determinan penyebab penyakit yang lebih cenderung pada jenis kelamin tersebut. Salah satu jenis penyakit yang kedua jenis kealamin dapat turut adil terhadap kontaknya vektor adalah malaria dimana baik perempuan maupun laki-laki juga dapat mengalami penyakit ini namun keadaan tertentu akan menunjukkan lebih dominan pada jenis kelamin tertentu. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa  kasus penyakit DBD berdasarkan Jenis kelamin laki-laki sebanyak 56,7% sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 43,3%. Dengan demikian jumlah kejadian DBD lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan jenikelamin perempuan.
Peningkatan jumlah penderita tersebut disebabkan karena kebiasaan masyarakat yang berada didalam rumah saat tidur tidak menggunakan kelambu atau menggunakan obat nyamuk, masyarakat juga kebanyakan melakukan aktifitasnya diluar rumah dan tingkat kesadaran masyarakan masih rendah sehingga menyebabkan besarnya keterpaparan terhadap gigitan nyamuk. Laporan ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ratag B, dkk. 2013 yaitu jenis kelamin dengan persentase yang paling banyak adalah laki-laki 51,04% dan perempuan 48,96%.
3.        Kasus Penyakit DBD Berdasarkan Lingkungan
Daerah tempat terjangkitnya penyakit DBD berdasarkan keadaan geografis antara lain seperti antara lain seperti daerah dataran, pegunungan, dan pesisir pantai. Hal ini erat hubunganya dengan kebiasaan vector mencari darah. Namun kemungkinan besar jumlah penderita jumlah lebih banyak terdapat didaerah dataran dan pesisir pantai. Hal ini di sebabkan oleh karena jumlah penduduk yang berada didaerah tersebut lebih banyak dari pada daerah pegunungan.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa  kasus penyakit DBD berdasarkan lingkungan jumlah kasus tertinggi terdapat pada lingkungan Maccini baji sebanyak 36,7% sedangkan terendah di lingkungan soreang sebanyak  3,3%. Maccini baji merupakan lingkungan yang ada di kecamatan lau dengan jumlah penderita DBD tertinggi.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting terhadap kejadian suatu penyakit terutama DBD, bebasnya lingkungan dari yang bisa memicu berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Kebersihan lingkungan dari kaleng/ban bekas, tempurung, dan lain-lain juga merupakan faktor terbesar terjadinya DBD. Dan berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan di lokasi yang Maccini Ayo menunjukkan bahwa di lingkungan maccini ayo belum bebas dari sampah dan barang bekas seperti kaleng, dan berdasar wawancara yang dilakukan pada orang tua anak yang penyah menderita DBD mengatakan bahwa mereka membuang sampah di pasar dan jarak pasar ada di tengah pemukiman warga, tidak menggunakan kelambu, sedangkan observasi yang dilakukan di sekitar rumah banyak penampungan air yang tidak ada penutupnya. Ada kemungkinan mereka tergigit nyamuk Aedes aegypti di sekitar sekolah. Karena di sekitar sekolah tersebut sangat tidak bersih.

BAB V
PENUTUP
  A.  KESIMPULAN
1.   penderita demam berdarah di wilayah kerja Puskesmas Lau Kabupaten Maros tahun 2014 sebanyak 30 orang dengan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang dan perempuan sebanyak 13 orang.
2.   Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 27 hari.
3.   Jenis surveilans yang diterapkan di PKM lau ada 2 yaitu, secara umum menggunakan surveilans terpadu penyakit dan untuk penyakit DBD menggunakan surveilans rutin terpadu.

  B.   SARAN
1.   Setiap pelaporan yang dilakukan puskesmas ke dinas kesehatan sebaiknya ada rekomendasi dan feed back ke puksemas dan masyarkat.

 DAFTAR PUSTAKA



Alamsyah, dedi dkk. 2013. Pilar dasar ilmu kesehatan masyarakat. Yogyakarta. Nuha medika; hlm 103

Anonym. 2012. Musim Hujan Hati-Hati Demam Berdarah. http://rakyatsulsel.com/musim-hujan-hati-hati-demam-berdarah.html diakses pada tanggal 10 Januari 2015

Depkes, RI. Pengertian DBD. Tahun 2005.

Husada. 2013. Pengantar Kesehatan Makassar. http://diannaputri.blogspot.com/p/blog-page_2.html. Di akses pada tanggal 11 Januari 2014.

Masriadi, 2014. Epidemiologi penyakit menular. Jakarta. Rajagrafindo persada; hlm 109

Paramita, dkk. 2010. Faktor Risiko Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul Provinsi DIY Tahun 2010. FKIK UNSOED.

Ratang, B, dkk. 2013.  ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PASIEN ANAK DI IRINA E BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO. Jurnal Kesehatan.halaman 3.

Rochadi, R Kintoko. 2014. Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013. J. Kesehatan Masyarakat USU, hlm 1-2